BAB I
A. Latar belakang
Melalui contoh yang diberikan, diharapkan guru dapat mengembangkan aktivitas pembelajaran sehingga meningkatkan kemampuan numerasi dari peserta didik. Perlu dicermati bahwa pendekatan yang disampaikan dalam panduan ini bukan satu-satunya cara. Guru dapat menjajaki cara-cara lain untuk makin memperkaya diri dalam berbagai pendekatan/ model/ metode/ teknik peningkatan numerasi peserta didik.
Namun, definisi “keterampilan dasar” dari numerasi semacam ini sudah ketinggalan zaman di dunia abad ke-21 yang kaya akan data dan teknologi (Goos, dkk., 2014).
Numerasi,disebut juga literasi numerasi dan literasi matematika, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep dan keterampilan matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai ragam konteks kehidupan sehari-hari, misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara (Kemendikbud, 2017).
Selain itu, numerasi juga termasuk kemampuan untuk menganalisis dan menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan,dsb.) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan (Kemendikbud, 2017).
Berdasarkan definisi di atas, numerasi merupakan kunci bagi peserta didik untuk mengakses dan memahami dunia dan membekali peserta didik dengan kesadaran dan pemahaman tentang peran penting matematika di dunia modern.
Penekanan pada aplikasi dari matematika yang berhubungan dengan kehidupan memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dan kepercayaan diri untuk berpikir secara numerik, spasial, dan data untuk menafsirkan dan menganalisis secara kritis situasi sehari-hari dan untuk memecahkan masalah.
Menjadi numerat, yaitu memiliki keterampilan numerasi yang baik, melibatkan lebih dari sekadar menguasai matematika dasar saja, tetapi dapat menghubungkan matematika yang dipelajari di sekolah dengan situasi di luar sekolah yang juga membutuhkan pemecahan masalah dan penilaian kritis dalam nonmatematika.
![]() |
Gambar 1.1 |
Gambar 1.1 menunjukkan sebuah model numerasi abad ke-21 (Goos, dkk., 2020) dengan lima dimensinya.
Seorang numerat tentu membutuhkan pengetahuan matematika yang melingkupi konsep, keterampilan dan strategi pemecahan masalah, serta kemampuan untuk membuat taksiran. Karena numerasi berhubungan dengan penggunaan matematika dalam dunia nyata, seseorang perlu menjadi numerat dalam beragam konteks. Konteks merupakan aspek dari kehidupan seseorang di mana masalah ditempatkan.
Selain pengetahuan dan konteks, menjadi numerat juga berarti memiliki disposisi (atau sikap) yang positif, yaitu kemauan dan kepercayaan diri ketika menyelesaikan permasalahan, baik secara mandiri maupun berkolaborasi dengan orang lain, dan dengan luwes dan mudah beradaptasi menerapkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Situasi numerasi sering kali membutuhkan alat, termasuk alat fisik, alat representasi, dan alat digital. Oleh karena itu, keterampilan numerasi di abad ke-21 tentunya termasuk kefasihan dalam memilih dan menggunakan alat yang tepat sesuai dengan kebutuhan dari masalah yang dihadapi.
Keempat dimensi di atas berlandaskan pada orientasi kritis yang menuntut seorang numerat bukan saja mengetahui dan menggunakan metode yang efisien, namun juga menilai kelayakan dari hasil yang didapat dan menyadari kegunaan penalaran matematika untuk menganalisis situasi dan mengambil kesimpulan.
Dari model di atas terlihat jelas bahwa kemampuan numerasi tidaklah sama dengan kompetensi matematika.
Kompetensi matematika dapat dipikirkan sebagai kemampuan seseorang untuk bertindak secara sesuai dalam respons terhadap tantangan matematika tertentu pada situasi tertentu (Niss & Højgaard, 2019).
Meskipun keduanya berlandaskan pada pengetahuan dan keterampilan yangsama, perbedaannya terletakpadapemberdayaan pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari- hari. Permasalahan tersebut sering kali diwarnai dengan keadaan yang tidak terstruktur, dengan informasi dalam masalah yang terbatas atau justru terlalu banyak. Permasalahan dapat memiliki banyak cara penyelesaian, atau bahkan tidak ada penyelesaian yang tuntas (Kemendikbud, 2017).
C. Mengapa perlu penguatan pembelajaran numerasi di dalam AKM?
Salah satu kompetensi hasil belajar peserta didik yang di ukur pada asesmen nasional mulai tahun 2021 adalah literasi membaca dan numerasi, yang disebut sebagai Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) (Kemendikbud, 2020). Kompetensi mendasar numerasi yang diukur mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan matematika yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah serta mengolah informasi kuantitatif dan spasial. Peserta didik akan diuji kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai konteks yang relevan dengan mereka sebagai warga Indonesia dan warga dunia.
Komponen AKM numerasi selain mencakup konten (bilangan, pengukuran dan geometri, data dan ketidakpastian, dan aljabar) juga melibatkan proses kognitif, yaitu pemahaman, penerapan, dan penalaran.
Peserta didik diharapkan memahami fakta, prosedur serta alat matematika yang dapat digunakan di dalam penyelesaian masalah. Selain itu, mereka mampu menerapkan dan bernalar dengan konsep matematika dalam situasi nyata, baik yang bersifat rutin maupun nonrutin, dalam berbagai ragam konteks (personal, sosial budaya, dan saintifik). Perbedaan antara PISA dan AKM adalah sebagai berikut.
Selain AKM yang merupakan bagian dari Asesmen Nasional yang dilakukan pada kelas 5, 8, dan11, guru juga dapat menggunakan AKM kelas untuk kelas 2, 4, 6, 8, dan 10 untuk melakukan asesmen diagnostik untuk memetakan kecakapan numerasi peserta didik. Hasil dari AKM kelas dapat digunakan untuk memberikan penanganan yang sesuai terhadap peserta didik yang memerlukan intervensi khusus. Hasil AKM dilaporkan dalam empat kelompok yang menggambarkan kemampuan numerasi yang berbeda sebagai berikut (Kemendikbud, 2020).
- Perlu Intervensi Khusus. Seorang peserta didik yang membutuhkan intervensi khusus adalah yang memiliki pengetahuan matematika yang terbatas, dan menunjukkan penguasaan konsep yang parsial, serta keterampilan komputasi yang terbatas.
- Dasar. Seorang peserta didik dengan tingkat kompetensi numerasi dasar adalah yang memiliki keterampilan dasar matematika, yaitu komputasi dasar dalam bentuk persamaan langsung, konsep dasar terkait geometri dan statistika, serta menyelesaikan masalah matematika sederhana yang rutin.
- Cakap. Peserta didik dengan kompetensi numerasi cakap memiliki kemampuan mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimiliki dalam konteks yang lebih beragam.
- Mahir. Seorang peserta didik dengan kompetensi numerasi mahir mampu bernalar untuk menyelesaikan masalah kompleks serta nonrutin berdasarkan konsep matematika yang dimilikinya.
D. Mengapa melakukan modifikasi bahan ajar merupakan salah satu strategi yang efektif dalam penguatan numerasi?
- memberikan perhatian pada konteks kehidupan nyata;
- menerapan pengetahuan matematika dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari;
- menggunaan alat fisik, representasi dan digital untuk membantu dalam penyelesaian masalah;
- meningkatan sikap positif (disposisi) terhadap penggunaan matematika untuk memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari; dan
- memiliki orientasi kritis untuk menginterpretasi hasil matematika dan membuat keputusan berdasarkan bukti.Tuntutan numerasi (numeracy demands) dalam mata pelajaran matematika melibatkan pengetahuan dan kapasitas untuk memanfaatkan keterkaitan ide-ide matematika (baik dalam satu topik maupun antar topik).
Penguatan numerasi di matematika dapat dilakukan dengan melihat mata pelajaran lain sebagai menyediakan konteks yang bermakna di mana konsep matematika dapat diperkenalkan atau dikembangkan. Untuk guru matematika, tantangannya adalah memberikan perhatian khusus pada bagaimana matematika digunakan di luar kelas matematika, misalnya memberikan masalah yang solusinya bergantung pada konteks tertentu dan meminta peserta didik untuk memeriksa kebenaran solusi mereka dan pilihan keterampilan matematika yang mereka gunakan dalam menyelesaikan masalah.
A. Penalaran Matematika dan Proses Pemecahan Masalah
Gambar 2.1 menunjukkan kerangka kerja PISA 2021 yang menggambarkan hubungan antara penalaran matematika, proses pemecahan masalah, konten matematika, konteks dan keterampilan abad ke-21. Agar peserta didik menjadi numerat, penekanan harus diberikan kepada penalaran matematika sebagai aspek inti numerasi dan diejawantahkan melalui proses pemecahan masalah sebagai berikut (OECD, 2021).
2. Mengerjakan (Employ).
Setelah merumuskan masalah dalam bentuk matematis, peserta didik mengaplikasikan konsep, fakta, prosedur dan penalaran matematika untuk menyelesaikan masalah untuk memperoleh hasil dan menemukan solusi matematika. Proses penggunaan konsep matematika, fakta, prosedur, dan penalaran ini mencakup antara lain aktivitas berikut. Merancang dan menerapkan strategi untuk menemukan solusi matematika. Menggunakan alat matematika, termasuk teknologi, untuk membantu menemukan solusi yang tepat atau perkiraan. Menerapkan fakta, aturan, algoritma, dan struktur matematika saat mencari solusi. Mengutak-atik angka, data dan informasi grafik dan statistik, ekspresi dan persamaan aljabar, dan representasi geometris.
Menarik informasi dari diagram matematika dan grafik yang dibuat. Menggunakan dan mengubah dari satu representasi ke representasi yang lain dalam proses menemukan solusi. Membuat generalisasi berdasarkan hasil penerapan prosedur matematika untuk menemukan solusi.
Mengevaluasi signifikansi pola dan keteraturan yang diamati (atau diusulkan) dalam data.
3. Menafsirkan dan Mengevaluasi (Interpret and Evaluate).
Pada tahap ini, peserta didik diberi kesempatan untuk merefleksikan solusi matematika, hasil atau kesimpulan dan menafsirkannya kembali ke konteks masalah kehidupan nyata yang memulai proses pemecahan masalah. Ini melibatkan penerjemahan solusi matematika atau penalaran kembali ke dalam konteks masalah dan menentukan apakah hasilnya masuk akal dalam konteks masalah. Proses menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil matematika ini mencakup aktivitas antara lain sebagai berikut. Menafsirkan hasil matematika kembali ke konteks dunia nyata. Mengevaluasi kewajaran solusi matematika dalam konteks masalah dunia nyata. Memahami bagaimana dunia nyata memengaruhi hasil dan perhitungan prosedur atau model matematika untuk membuat penilaian kontekstual tentang bagaimana hasil harus disesuaikan atau diterapkan. Menjelaskan mengapa hasil atau kesimpulan matematis masuk akal atau tidak masuk akal mengingat konteks masalah.
Memahami jangkauan dan batasan konsep matematika dan solusi matematika.
Mengkritik dan mengidentifikasi batasan model yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Berikut ini sebuah contoh yang menggambarkan proses pemecahan masalah matematika.
Masalah:
Sebuah kota memutuskan untuk memasang lampu jalan di sebuah taman berbentuksegitiga kecil sehingga menerangi seluruh taman. Di manakah lampu harus ditempatkan?Masalah ini dapat diselesaikan dengan ketiga proses pemecahan masalah yang telah dijelaskan di atas sebagai berikut.
- Merumuskan: Masalahnya adalah untuk mengetahui lokasi lampu jalan yang dapat menerangi seluruh taman. Taman dapat direpresentasikan sebagai segitiga dan cahaya dapat dianggap sebagai lingkaran dengan pusat di lokasi lampu jalan. Menemukan lokasi pusat lingkaran yang merupakan lingkaran luar segitiga.
- Mengerjakan: Lingkaran dengan pusat sebagai titik perpotongan dari garis sumbu dua sisi adalah lingkaran luar segitiga.
- Menafsirkan dan Mengevaluasi: Penting untuk merefleksikan solusi dan memahami solusi dalam konteksnya. Misalkan salah satu sudut taman segitiga tumpul, maka lampu jalan mungkin berada di luar taman atau apa yang harus dilakukan jika banyak tanaman/pohon yang menghalangi cahaya dan lain sebagainya.
Kategori Konteks | Deskripsi | Contoh |
---|---|---|
Personal | Aktivitas diri sendiri, keluarga, atau kelompok sebaya | Makanan, belanja, permaian, olahraga dan kesehatan pribadi, perjalanan dan transportasi pribadi, penjadwalan pribadi, dan keuangan pribadi |
Pekerjaan | Kegiatan dalam dunia kerja | Mengukur, menentukanbiaya, memesan bahan untuk bangunan, pembukuan, pengendalian mutu, inventaris, desain/ arsitektur, dan pengambilan keputusan terkait pekerjaan |
Sosial | Komunitas (baik lokal, nasional, atau global) | Sistem pemungutan suara, transportasi umum, pemerintahan, kebihakan publik, demografi, periklanan, statistik nasional, dan ekonomi |
Ilmiah | Penerapan matematika pada dunia alam dan masalah serta topik yang berkaitan dengan sains dan teknologi | Cuaca dan iklim, ekologi, kedokteran, genetika, dan dunia matematika itu sendiri |
Selain kerangka kerja PISA di atas, untuk kasus AKM, terdapat tiga level kompleksitas kognitif yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kemampuan numerasi, yaitu (1) Pemahaman, (2) Penerapan, dan (3) Penalaran (Kemendikbud, 2020).
Tabel berikut memberikan gambaran mengenai masing-masing level kognitif. Selain kerangka kerja PISA di atas, untuk kasus AKM, terdapat tiga level kompleksitas kognitif yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kemampuan numerasi, yaitu (1) Pemahaman, (2) Penerapan, dan (3) Penalaran (Kemendikbud, 2020). Tabel berikut memberikan gambaran mengenai masing-masing level kognitif.
Level Kognitif |
Penjelasan |
---|---|
Pemahaman |
Kemampuan mengenai fakta, proses, konsep, dan prosedur. Menilai kefasihan dengan konsep dan keterampilan matematika. menerapkan konsep matematika dalam situasi nyata yang bersifat rutin. |
Penerapan | Kemampuan dalam mengaplikasi pengetahuan dan pemahaman konseptual mengenai fakta, relasi, proses, konsep, prosedur, dan metode dalam konteks kehidupan nyata untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan. |
Penalaran | Kemampuan bernalar dalam menganalisis data dan informasi, membuat kesimpulan, dan memperluas pemahaman dalam situasi baru, termasuk situasi yang tidak diketahui sebelumnya atau konteks yang lebih kompleks. Pertanyaan dapat mencakup lebih dari satu pendekatan atau strategi. |